BBM adalah sesuatu istilah yang tidak asing lagi di telinga kita. BBM menjadi hal penting karena peranya yang sangat signifikan didalam kehidupan masyarakat dari dulu sampai sekarang. BBM ( bahan bakar minyak ) yang ada Indonesia sekarang ini kebanyakan diperoleh dari impor minyak mentah dari negara lain. Ini terjadi karena pemerintah tidak lagi bisa memenuhi BBM dari sumber daya yang ada di Indonesia. Untuk mengatasi kenaikan harga BBM yang terjadi ketika harga minyak mentah dunia naik maka pemerintah menerabkan kebijakan subsidi. Subsidi adalah sebuah pembayaran oleh pemerintah untuk produsen , distributor dan konsumen bahkan masyarakat dalam bidang tertentu.
Subsidi BBM di indonesia sudah diterapkan sejak lebih 30 tahun yang lalu , tepatnya sejak berakhir masa – masa oil boom pada pertengahaan periode 1970-an. Pemberiaan subsidi BBM pada saat itu merupakan respon atas kepedulian pemerintah untuk tetap menunjang daya beli masyarakat akan minyak, maka dimulailah kebijakan subsidi BBM. Sehingga menyebabkan harga jual minyak di Indonesia lebih murah dibandingkan dengan harga jual di negara lain. Sayangnya rendahnya harga minyak didalam negeri menimbulkan kecendrungan penggunaan minyak yang tidak efesien dampaknya pemakaian yang meningkat dari tahun ke tahun. Sehingga menyebabkan pemerintah harus menaikan anggaran terhadap subsidi BBM ini dari tahun ke tahun yang terus bertambah.
Anggaran subsidi ini menjadi masalah ketika tahun 1991, supply BBM dalam negeri tidak mencukupi yang kemudian mengharuskan impor yang akhirnya menyebabkan impor lebih besar dari ekspor minyak. Besarnya impor minyak seiring dengan meningkatnya kebutuhan dalam negeri maka pemerintah harus segera melepaskan ketergantunngan akan minyak bumi guna memunculkan inovasi – inovasi baru yang tidak berbasis pada bahan bakar minyak dan juga untuk mengalokasikan anggaran yang digunakan untuk subsidi ke alokasi lain yang lebih strategis. Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah menaikan harga jual minyak dalam arti mengurangi subsidi BBM.
Selama Presiden SBY memimpin, setidaknya terdapat tiga kali kebijakan menaikkan tarif BBM. Kenaikan pertama senilai 30% terjadi pada Maret 2005, kenaikkan kedua senilai 114% pada Oktober 2005, kenaikkan ketiga senilai 30% terjadi pada 23 Mei 2008. Jika SBY kembali menaikkan tarif BBM per 1 April 2012 nanti, berarti itu adalah kebijakan keempat yang dibuatnya. Alasanya mengapa pemerintah menaikan tarif BBM tersebut selalu sama yaitu karena meningkatnya harga BBM dipasar internasional dan juga . Sayangnya alasan pemerintah mengapa ia menaikan harga itu tidak jelas sehingga menyebabkan masyarakat merasa tidak puas terhadap alasan tersebut dan menyebabkan masyarakat melalui ornas – ornag melakukan demo dimana – mana untuk melakukan penolakan terhadap recana kebijakan tersebut. Pucaknya adalah ketika pemerintah SBY mau menaikan kembali tarif BBM pada tanggal 1 April yang lalu. Banyak terjadi penolakan dimana – mana yang mengatas namakan rakyat.
Di gedung DPR pun semakin panas antara fraksi yang mendukung dan fraksi yang menolak terhadap kebijakan kenaikan minyak tersebut dan mereka tetap mempertahankan keyakinannya masing – masing. Mereka yang menolak tersebut selalu mengatas namakan rakyat padahal mereka hanya menarik simpati masyarakat saja untuk satu tujuan tertentu walaupun ada juga murni yang membela rakyat. Ada juga yang mendukung terhadap keputusan pemerintah yang setuju untuk menaikan harga minyak tersebut. Mereka ini biasanya partai koalisi yang terikat dengan partai puncak atau partai yang berkuasa. Setelah bersi tegang antara yang pro dan kontra terhadap kebijakan tersebut maka pada tanggal 31 maret 2012 diputuskan untuk menolak rencana kebijakan pemerintah yaitu menaikan harga minyak.
Medengar keputusan bahwa pemerintah batal menaikan BBM dari hasil keputusan rapat DPR, yang memenangkan fraksi yang menolak kenaikan BBM. Mereka merasa senang dan gembira bahwa mereka telah memenangkan hal tersebut. Bukan saja kesenangan tersebut terjadi didalam gedung DPR bahkan dimana – mana pun merasa senang bahwa BBM batal dinaikan. Memang jika dilihat dari pemikiran yang sederhana bahwa pembatalan kenaikan BBM ini sangatlah menguntungkan bagi masyarakat menengah dan masyarakat kecil bahkan masyarakat dikalangan atas . Tapi sayangnya keuntungan ini tidaklah berjangka panjang. Karena pembatalan kenaikah harga minyak berarti menambah belanja pusat dan akan berdampak lebih besar lagi masalah yang akan timbul terhadap pemerintah dan masyarakat apabila tidak dicari jalan solusinya dengan tepat.
Contohnya saja tahun 2012 Alokasi anggaran subsidi dalam APBN 2012 ditetapkan sebesar Rp208,9 triliun (2,6 persen terhadap PDB). Jumlah ini, berarti turun sebesar Rp28,3 triliun, atau 11,9 persen bila dibandingkan dengan pagu belanja subsidi dalam APBN-P tahun 2011 sebesar Rp237,2 triliun. Sebagian besar dari keseluruhan alokasi anggaran belanja subsidi dalam APBN tahun 2012 tersebut, akan disalurkan untuk subsidi energi sebesar 80,7 persen, yaitu subsidi BBM sebesar Rp123,6 triliun, dan subsidi listrik sebesar Rp45,0 triliun. Sementara itu, sisanya, yaitu sebesar 19,3 persen akan disalurkan untuk subsidi non-energi yang meliputi: (1) subsidi pangan sebesar Rp15,6 triliun; (2) subsidi pupuk sebesar Rp16,9 triliun;(3) subsidi benih sebesar Rp0,3 triliun; (4) subsidi/PSO sebesar Rp2,0 triliun; (5) subsidi bunga kredit program sebesar Rp1,2 triliun; (6) subsidi pajak sebesar Rp4,2 triliun.
Jika melihat paparan subsidi dalam APBN 2012, maka dapat disimpulkan bahwa subsidi terbesar digunakan untuk subsidi BBM sebesar 59,16 persen. Pembiayaan subsidi ini didapatkan dari pendapatan negara yaitu berupa penerimaan pajak dan penerimaan non pajak. Ketika besarnya pembiayaan subsidi ini tetapi penerimaan negara dari segi pajak yang tetap dan pengembaliaan pendapatan negara yang tidak utuh lagi dari segi migars karena separuhnya yang di tanggung pemerintah yaitu berupa subsidi menyebabkan antara penerimaan dengan pengeluaran pemerintah menjadi lebih besar dari pengeluarannya, maka pemerintah harus memikir otak bagaimana cara untuk mengatasinya. Yang salah satu nya adalah menaikan tarif minyak. Sayangnya rencana tersebut gagal dilaksanakan. Maka pemeritah harus mencari solusi lainya yang mau tidak mau harus segera di cari. Kalau dibiarkan terus maka yang terjadi adalah pembiayaan untuk subsidi BBM ini akam membengkak dan mempengaruhi belanja negara dan belanja daerah lainnya karena untuk menyesuaikan agar tidak terlalu jauh defisit negara. Pengaruhnya adalah ketika penerimaan negara ini sebenarnya diharuskan untuk belanja negara dan daerah lainnya seperti untuk pendidikan, pembangunan daerah, kesehatan, pendidikan dan lainya, tetapi karena pembayaran untuk subsidi BBM yang makin membengkak dan diharuskan untuk segera ditutupi maka mau tidak mau pemerintah harus mengorbankan belanja lainya contohnya mengurangi dana pembangunan atau mengurangi dana untuk pendidikan.
Ketika penanggunan subsidi terhadap anggaran lainnya maka yang akan yang akan berdampak bukan hanya pemerintah tetapi juga akan dirasakan oleh rakyat. Yang dirasakan pemerintah adalah meningkatnya risiko fiskal yang mengancam kesinambungan fiskal sebagai jangkar bagi kestabilan ekonomi nasional jika defisit dan beban subsidi tidak dapat dikendalikan dan dikelola secara baik. Kedua, menurunnya kepercayaan pelaku pasar terhadap pengelolaan ekonomi makro akibat pengelolaan kebijakan fiskal yang tidak "prudent". Ini terutama karena kesinambungan fiskal dan kesehatan APBN merupakan indikator utama yang dilihat para investor dan pelaku pasar dalam melakukan transaksi bisnis dan ekonomi serta berinvestasi di Indonesia. Ketiga, dengan meningkatnya risiko maka minat berinvestasi di Indonesia akan melemah, dan sebagai implikasinya investasi termasuk investasi di bidang energi seperti produsen listrik independen (IPP) menjadi tidak akan masuk.
Yang pertama meningkatnya risiko fiskal yang mengancam kesinambungan fiskal sebagai jangkar bagi kestabilan ekonomi nasional jika defisit. Ini terjadi ketika belanja negara yang digunakan untuk membayar subsidi terus membengkak dan melebihi target, maka akan mengancam posisi keuangan negara yang defisit. Ketika negara sudah melebihi defisit yang dilakukan maka mau tidak mau pemerintah harus mencari dana untuk menutupinya yaitu dengan melakukan pijaman keluar negeri atau menjual aset – aset yang ada dalam negeri. Sehinga yang menanggungya pastilah rakyat itu sendiri.
Kedua, menurunnya kepercayaan pelaku pasar terhadap pengelolaan ekonomi makro akibat pengelolaan kebijakan fiskal yang tidak "prudent”. Ini menjadi masalah selanjutnya karena pemerintah yang tidak dapat mengendalikan subsidi bbm yang terus mempengaruhi pendapatan negara maka yang terjadi adalah kepercayaan perusahaan luar menjadi rendah karena takutnya akan merugikan mereka. Sehingga mereka ragu – ragu untuk berkerja sama dengan Indonesia.
Ketiga, dengan meningkatnya risiko maka minat berinvestasi di Indonesia akan melemah, dan sebagai implikasinya investasi termasuk investasi di bidang energi seperti produsen listrik independen (IPP) menjadi tidak akan masuk. Hampir sama dengan yang kedua perusahaan luar negeri akan ragu untuk berivestasi ke Indonesia, karena mereka beranggapan Bahwa aturan yang ada di Indonesia yang belum jelas dan teratur terhadap permasalahan penanganan BBM
Sedangkan pengaruhnya untuk masyarakat adalah pembangunan untuk daerah akan berkurang bahkan berhenti, dana pendidikan yang semestinya untuk membantu mereka yang kekurangan dalam biaya pendidikan tidak bisa dinikmati lagi, perbaikan ifrastruktur akan berjalan lambat, Selain itu juga membuat anjloknya ketersediaan dana bagi pengentasan kemiskinan dan pengangguran sehingga menyebabkan kemiskinan tidak dapat dikurangi, dan mucul masalah lainya.
Pertama pembangunan untuk daerah akan berkurang atau bahkan berhenti. Dikarenakan alokasi dana yang semestinya untuk pembangunan didaerah – daerah seperti pembangunan puskesmas, jalan – jalan, dan lainya, digunakan untuk menutupi subsidi BBM yang membengkak maka dampak yang terjadi adalah perkembangan kemajuan daerah tersebut akan berkurang, tingkat kesehatan yang menurun, dan dampak jangka panjang adalah tingkat kemiskinan meningkat dan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut sangat kalah dengan daerah perkotaan atau daerah industri.
Kedua adalah tidak adanya dana untuk pendidikan yang memadai seperti contohnya beasiswa bagi mereka yang miskin, atau berprestasi. Atau tidak ada alokasi dana yang digunakan untuk memajukan pendidikan di daerah pedalaman atau terisolir dari perkotaan. Maka yang terjadi dampak jangka pendek adalah tinggat pendidikan didaerah hanya ala kadarnya saja artinya tidak berkembang dibandingkan didaerah perkotaan. sedangkan dampak jangka panjang adalah pertumbuhan ekonomi daerah tersebut rendah ini terjadi jika tingkat pengetahuan rata – rata masyarakat di daerah pedalaman atau terpencil, yang mereka gunakan sebatas ilmu yang mereka dapat dari orang tua mereka.
Ketiga adalah perbaikan infrastruktur akan berjalan lambat, perbaikan ini seperti perbaikan jalan – jalan yang berlobang atau rusak, perbaikan sekolah, perbaikan pukesmas atau rumah sakit pemerintah, ini hamir sama denga yang pertama dapaknya adalah tingkat pertumbuhan daerah tersebut menjadi terhambat dan terjadi kesenjangna sosial dengan daerah perkotaan.
Keempat adalah ketersediaan dana pengentasan kemiskinan dan penganguran. Jika kita melihat diberbagai daerah di Indonesia yang menjadi masalah yang belum dapat diatasi adalah tingginya masalah kemiskinan dan penganguran. Ketika ketidak tersediaan dana untuk pengentasan kemiskinan dan penganguran maka yang terjadi adalah kemiskinan dan penganguran akan terus bertamabah dan menyebabakan terjadi kesenjangan sosial seperti tingkat kriminalitas yang semakin meningkat. Dan banyak lagi dampak yang akan ditangung oleh rakyat.
KESIMPULAN
Sebenarnya pemerintah dalam menaikan harga BBM tersebut adalah salah satu strategi untuk menangani masalah yang akan timbul ketika subsidi BBM tersebut akan membengkak dan dampaknya mempengaruhi dana yang digunakan untuk kesejahteraan rakyat lainya . Menaikan BBM itu juga sebagai cara agar guna memunculkan inovasi – inovasi baru yang tidak berbasis pada bahan bakar minyak dan juga untuk mengalokasikan anggaran yang digunakan untuk subsidi ke alokasi lain yang lebih strategis. Sayang nya banyak yang menolak sehingga permasalah – permasalahan yang baru akan bermunculan lebih parah lagi dibandingka bila BBM tersebut jadi dinaikan. Dan juga penolakan tersebut terjadi karena pemerintah yang masih ragu – ragu dalam memutusakan dan tidak disertai dengan penjelasan yang jelas kepada rakyat. Ditambah lagi kepercayaan masyarakat memudar karena banyaknya tidak korupsi yang terjadi di pemerintahan.
Dampak yang dirasakan pemerintah apabila subsidi BBM tidak dibatasi atau batal di naikan adalah meningkatnya risiko fiskal yang mengancam kesinambungan fiskal sebagai jangkar bagi kestabilan ekonomi nasional jika defisit dan beban subsidi tidak dapat dikendalikan dan dikelola secara baik. Kedua, menurunnya kepercayaan pelaku pasar terhadap pengelolaan ekonomi makro akibat pengelolaan kebijakan fiskal yang tidak "prudent". Ini terutama karena kesinambungan fiskal dan kesehatan APBN merupakan indikator utama yang dilihat para investor dan pelaku pasar dalam melakukan transaksi bisnis dan ekonomi serta berinvestasi di Indonesia. Ketiga, dengan meningkatnya risiko maka minat berinvestasi di Indonesia akan melemah, dan sebagai implikasinya investasi termasuk investasi di bidang energi seperti produsen listrik independen (IPP) menjadi tidak akan masuk.
Sedangkan pengaruhnya untuk masyarakat adalah pembangunan untuk daerah akan berkurang bahkan berhenti, dana pendidikan yang semestinya untuk membantu mereka yang kekurangan dalam biaya pendidikan tidak bisa dinikmati lagi, perbaikan ifrastruktur akan berjalan lambat, Selain itu juga membuat anjloknya ketersediaan dana bagi pengentasan kemiskinan dan pengangguran sehingga menyebabkan kemiskinan tidak dapat dikurangi, dan mucul masalah lainya.
Maka dari itu sebelum masalah tersebut semakin parah , pemerintah dituntuk untuk segera bertindak cepat untuk mencari soslusi yang dapat mengatasi masalah susbsidi BBM yang semakin membengkak.
SARAN – SARAN
Yang pertama pemerintah harus melakukan penghematan anggaran seperti anggaran untuk perjalanan dinas, anggaran untuk rapat. Penghematan ini sangatlah dapat menutupi sementara subsidi yang semakin tahun semakin membengkak, tapi sayangnya saran pertama ini hanya bersifat jangka pendek karena kita ketahui penggunaan BBM dari tahun ketahun semakin meningkat tetapi sumber daya energi minyak bumi yang ada di Indonesia semakin berkurang dan terbatas.
Solusi yang kedua adalah memetakan yang seharusnya mengunakan BBM bersubsidi. ini yang menjadi pembahasan di pemerintah sekarang ini, yang masih mengalami perdebatan dalam menentukan bagaimana menetapkan orang – orang yang berhak mengunakannya. Menurut saya pemetaan pengunaan BBM bersubsidi ini dengan membuat dua golongan. Golongan pertama adalah mereka yang menerima BBM besubsidi sepenuhnya yaitu mereka yang mengunakan kendaraan untuk alat angkut seperti mobil angkot, truck barang, mobil barang, motor dengan cc rendah, industri kecil yang memerlukan BBM dalam produksinya, dan kapal nelayan. Agar tidak terjadi penyalah gunaan maka mereka diberi tanda pengenal seperti KTP elektroni yang mempunyai data sang penguna kartu yang berfungsi untuk membeli BBM bersubsidi. Golongan kedua adalah mereka yang tidak menerima BBM bersubsidi yaitu mereka yang mengunakan mobil pribadi yang tahun dikeluarkanya diatas 2009, mobil dinas, motor yang memiliki cc yang besar. Bagi mereka yang tidak menerima BBM bersubsidi tidak diberikan kartu khusus.
Solusi selanjutnya adalah mencari energi alternatif yang dapat digunakan untuk mengantikan minyak bumi yang tidak dapat diperbaharui. Untuk itu maka pemerintah perlu berkerja sama dengan universitas untuk mengembangkan energi alternatif tersebut contoh nya adalah bagaimana pengolahan bahan bakar bio yaitu bahan bakar yang dihasilkan dari tumbuhan yang dulu pernah ada sebut saja pemanfaatan buah jarak Atau pemanfaatan energi matahari dengan menciptakan kendaraan yang mengunakan solar cell. Untuk universitas yang berhasil dalam mengembangkan energi alternatif tersebut maka pemerintah harus membantu sepenunhaya dalam penyebaran dan pengembangan energi tersebut agar bisa dirasakan di seluruh daerah dan tidak lagi berhenti setengah jalan. Mencari energi alternaif juga bisa dilakukan dengan melaksanakan perlombaan untuk mencari pengolahan energi lebih efesien dan ekonomis yang bisa mengantikan bahan bakar minyak bumi.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar