Keberadaan media massa di tengah-tengah masyarakat dapat di sikapi dengan dua cara, yang pertama yakni dengan menggunakan pandangan bahwa media massa merupakan pembentuk (moulder) masyarakat.dalam hal ini media adalah instrumen (alat) yang memiliki daya yang kuat dalam mempengaruhi alam pemikiran warga masyarakat karena media massa dianggab sebagai faktor tunggal yang memiliki daya untuk mempengaruhi sasarannya yaitu masyarakat itu sendiri

Pandangan yang kedua yakni media massa adalah cermin(miror) yang memantulkan keadaan masyarakat,dalam pandangan ini komunikan ditempatkan sebagai objek yang pasif yang dapat diubah dan dibentuk oleh komunikator.media massa dimaksudkan sebagai alat untuk mencapai tujuan secara luas bagi komunikator itu sendiri mulai dari segi aspek keagamaan,sosilal,politik bahkan aspek ideologi,”Tradisi media massa di negara komunis dengan jelas dapatdilihat sebagai contoh soal media massa berdasarkan paradikma ini”(Siebert,peterson,schramm,1956),kita ketahui di negara – negara komunis seperti cina pemberitaan media massa di batasi oleh pemerintah,materi-materi pemberitaannya harus diseleksi sebelum di publikasikan ke masyarakat,hal-hal yang dianggap bakal mengganggu atau membahayakan bagi negara di potong dan tidak dipublikasikan ke dalam masyarakat.sikap dasar seperti ini dapat mewujud lebih lias dari sekadar yang dijalankan di negara komunis sebagai kegiatan propaganda ataupun komunikasi pembangunan di negara berkembang,sehingga paradikma ini juga menjadi dasar dalam proses komunikasi yang berorientasi pada produk,karena pada dasarnya rancangan media dan pesan komunikasi semata-mata bertolak dari kriteria komunikator.

Paradigma komunikasi yang berorientasi kepada kepentingan komunikator sulit dipertahankan jika sudah berhadapan dengan masyarakat yang terbuka bagi segala media,pada satu sisi media massa memeng dapat di eksposkan kedalam masyarakat tapi disisi lain seseorang dapat menentukan sendiri apakah dirinya akan terekspos oleh media.tetapi dalam hal ini ada paradigma yang cukup penting yakni yang lebih melihat motivasi khalayak yang akan menentukan fungsional tidaknya suatu media dan pesan.dengan begitu kecendrungan khalayak perlu menjadi perhatian dalam merancang setiap pesan,suatu pesan harus dikemas sedemikian rupa agar menarik perhatian pembaca dan tidak membuat pembaca menjadi bosan,dengan begitu kecendrungan khalayak perlu diperhatikan sebelum merancang setiap pesan.dalam memasarkan media,sebutan market share menjadi dasar dalam bertindak untuk menyampaikan media,hanya saja bagi pengelolaan pesan,tidak disebut pangsa pasar melainkan khalayak sasaran (target audience),jika dalam pangsa pasar kriteria yang digunakan adalah motivasi dan kemampuan membeli,maka dalam analisis khalayak sasaran meliputi:


a. Aspek Geografis,merupakan ruang tempat khalayak,sebagai dasar identifikasi fisik keberadaannya.
b.  Aspek Sosiografis,merupakan variabel yang berkaitan dengan karakteristik individual dan posisi sosial khalayak.
c.       Aspek Psikografis,merupakan kecendrungan subyektif(motivasi) dari khalayak sasaran.


Motivasi yang pokok dari khalayak adalah untuk memenuhi keperluan informasional dan hiburan,motivasi informasional membuat khalayak terbawa kedalam dunia empiris yaitu sebuah dunia yang sarat akan pengetahuan karena merupakan sebuah kejadian yang benar-benar terjadi.sedangkan motivasi hiburan membuat khaylayak terbenam dalam dunia yang subyektif.

MENINJAU EPISTEMOLOGI JURNALISME

Secara spesifik sebutan media jurnalisme untuk membedakan dengan genre media massa lainnya,media jurnalisme mengutamakan informasi faktual berkonteks pada kehidupan publik,sedangkan untuk media massa hiburan lebih mengutamakan informasi fiksional berkonteks kehidupan privat dengan kata lain media massa hiburan lebih kepada hal-hal yang dibuat-buat untuk hiburan semata.sedangkan media jurnalisme ditandai dengan fungsinya sebagai institusi sosial yang mengangkat fakta-fakta sosial sebagai informasi jurnalisme,berita yang dibawa oleh media jurnalisme tidak dibuat –buat dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya didepan publik.Orientasi jurnalisme pada dasarnya bertolak pada dua sisi yaitu:

a.       Bersifat teknis berkaitang dengan standar kelayakan berita(newsworthy),layak tidaknya berita tersebut di publikasikan,dinamika media jurnalisme tidak untuk menjalankan fungsi imperatif un tuk publiknya,melainkan bertolak dari kecenderungan subyektifnya sendiri maupun kepentingan subyektif pihak lain yang bukan khalayaknya Bersifat etis dalam standar normatif dalam menghadapi fakta-fakta yang ada dalam masyarakat.
b.      Orientasi bersifat etis yang berada dalam tataran ideal normatif,yaitu cita-cita sosial yang ingin diwujudkan oleh pengelola media dalam kaidah profesionalisme.

Sebagai pelaku profesi yang memperoses wacana untuk bertanding diruang publik,maka jurnalis adalah seorang intelektual yang memiliki ruang otonomi dan independensi yang mempribadi.seorang jurnalis pada hakekatnya adalah pekerja kultural karena hanya berurusan dengan wacana,tetapi dia juga dapat menjadi pedagang ataupun broker terhadap media yang dia sampaikan tersebut tergantung jenis informasi yang jurnalis kemas dalam sebuah media.
Untuk menyampaikan sebuah informasi dalam media,maka seorang jurnalis harus memiliki beberapa prinsip yakni:
a.       Obyektivitas,wacana yang diberitakan harus sesuai dengan fakta sosial di lapangan.

b.      Keseimbangan dan ketidak berpihakkan,seorang jurnalis tidak boleh memihak seseorang ataupun sebuah forum,dia harus netral dalam menyampaikan berita.

c.       Kecermatan,hal yang harus diperhatikan seorang jurnalis dalam menyampaikan sebuah berita agar fakta media persis atau identik dengan fakta sosial.






PEMBERITAAN DARI RUANG PUBLIK


Berita(news-story) dapat dibicarakan dalam berbagai difinisi bertolak dari nilai suatu fakta.rumusan inilah yang menjadi konsep dalam melakukan pilihan fakta-fakta.pendefinisian sangat penting dan menarik atas suatu fakta,bersifat teknik pragmatis, diluar itu konteks suatu informasi secara politis,ekonomi dan kulturalyang dikaitkan dengan orientasi kepentingan bersifat internal produsen atau kekuasaan eksternal.dalam pendefinisiannya,berbagai buku teks jurnalisme umumnya memiliki kesamaan dalam merumuskan berita secara teknis,hanya saja konteks ruang bagi fakta jurnalisme sering dilupakan,dengan kata lain,suatu fakta hanya dapat dipandang bernilai jika ditempatkan dalam konteks sosial yang menjadi ruangnnya.

sumber : admin